Jumat, 24 Agustus 2012

Kota Baca


Mungkin semua orang juga tahu kalau orang Perancis katanya terkenal romantis. Hingga hampir di setiap sudut kota Paris kamu bisa nemuin orang-orang yang sedang “bermesraan”, di taman, di jalan, di subway. Tapi tak Cuma itu yang bisa diliat dari paris. Masyarakat Paris punya kebiasaan yang patut kita contoh looh!

Mungkin kalau anda ke kota ini, di setiap tamannya anda akan ketemu sama orang yang lagi baca buku lamaaaaa banget, nggak tua nggak muda. Bahkan ibu-ibu yang lagi jaga warung pun demikian. Entah koran, novel, buku pelajaran mungkin akan mereka lahap dah! Kalau dipikir-pikir, nggak heran ya negara Perancis itu jadi maju. Gimana nggak maju, membaca adalah kebiasaan yang dilakukan oleh semua kalangan masyarakat. Di kereta metro adalah hal sangat wajar jika melihat  orang lagi pegang buku bacaan. Yah, kalau mereka beruntung dapat tempat duduk di kereta (karena biasanya memang metro agak sesak pas jam-jam padat) mereka akan menyempatkan diri membaca. Bahkan uniknya mungkin saja anda akan menemukan semacam orang “gembel”-nya Paris, udah manula, bertahan hidup dengan menjual buku-buku bekas. Kemungkinan itu buku-bukunya waktu jaman masih muda.  Yah begitulah Perancis, membaca adalah budaya semua lapisan masyarakat. Makanya jangan heran kalau anda melihat lukisan-lukisan seniman perancis yang berobjek manusia, selalu ada buku yang mereka pegang di tangannya. Kebiasaan ini dibawa sampai hari ini.

Kota Bawah Tanah


Ibu kota Prancis yaitu Paris berbeda dengan ibukota negara kita, Jakarta.  Macet, padet kendaraan, polusi udah menjadi ciri khas Jakarta. Tapi jangan salah ternyata di Paris itu semua tidak terjadi! 
“Loh, Paris biar jalannya kecil-kecil, nggak ada jalan layang, tapi kok nggak semacet Jakarta ya? Ke mana kendaraannya?”. Ternyata eh ternyata di kota ini sistem transportasi umum bawah tanah alias subway alias metro (begini orang perancis menyebutnya)  benar-benar menjadi andalan mereka pergi ke mana-mana.

Meskipun jalan di Paris kecil-kecil dan tidak ada jembatan layang tapi kenapa gak sepadat di Jakarta kenapa ya? Ternyata eh ternyata di kota ini sistem transportasi umumnya di bawah tanah alias subway alias metro (begini orang perancis menyebutnya)  benar-benar menjadi andalan mereka pergi ke mana-mana.

Bisa dikatakan bahwa hiruk-pikuk Kota Paris itu bukan di permukaan saja, tapi juga di bawah tanah alias subway. Meskipun dengan kepadatan yang cukup tinggi, sistem transportasi ini tetap nyaman bagi siapapun. Tidak perlu menunggu lama-lama untuk menunggu kereta lewat di terminal (gare ini bahas perancisnya) apalagi khawatir ada kereta yang ngetem.   

Hebatnya lagi fasilitas ini mudah dipahami bagi setiap orang yang berkunjung. Tanda dan warna dari jurusan sangat jelas dan dijamin nggak bakal buat tersesat. Selain itu jalur metronya pun menjangkau semua sudut kota Paris. Yah, nggak heran kalau banyak orang lebih baik menggunakan fasilitas metro ini dibandingkan punya kendaraan sendiri. Harga tiket ada bermacam-macam, bahkan kadang tergantung umur kita juga loh. Ticket all day artinya tiket itu bisa kamu pakai seharian, harganya sekitar 8 euro. Kalau umur di bawa 23, akan dapat potongan jadi harganya sekitar 5 euro.

Paris Larang Berjemur Tanpa Pakaian dan Pakai Bikini di Area Publik


Paris Larang Berjemur Tanpa Pakaian dan Pakai Bikini di Area Publik

Tak ada lagi kaum nudis “dadakan” selama musim panas di Paris. Baru-baru ini, kepolisian Paris mengumumkan akan menindak warga yang berjemur tanpa pakain dalam acara tahunan Kota Paris, “Plages”.
Acara tahunan ini populer dengan kegiatan berjemur di pantai, yang dilakukan setiap musim panas dengan menciptakan pantai buatan di tepi Sungai Seine bagi warga untuk bersantai. Acara ini merupakan salah satu ikon kota.
Dan seperti kebiasaan di pantai Eropa, beberapa pengunjung lebih suka tidak pakai baju, baik untuk kenyamanan atau untuk tujuan menggelapkan warna kulit (tanning).
Selain melarang tanpa pakain, polisi juga melarang pengunjung berkeliling kota hanya dalam pakaian renang mereka. Dalam sebuah pernyataan, polisi mengatakan, pakaian musim panas harus “sesuai, layak, dan bermoral, serta tak mengganggu ketertiban umum.”
Kebijakan baru ini membuat warga yang berpakaian renang di taman kota menghadapi konsekuensi baru. Konsekuensinya berupa denda senilai € 38 (setara US$ 46) untuk pelanggaran kecil. Sementara bagi mereka yang sepenuhnya tanpa pakain, didenda € 3.750 (setara US$ 4.565) dan ”bonus” dua tahun penjara jika mereka juga diketahui berhubungan badan di tempat umum.

Percaya gak percaya! Pernah ada Kota Paris Palsu di Prancis


Di masa Perang Dunia I, Prancis pernah membangun Paris palsu yang terletak di utara Ibu Kota Prancis tersebut. Paris palsu yang dibangun di Kota Potemkin bertujuan untuk mengecoh Jerman.

Surat kabar Inggris Daily Telegraph menjelaskan bahwa kota palsu itu tidak hanya dibentuk dari karton yang dipotong-potong melainkan terdiri dari replika bangunan bahkan Gare du Nord, stasiun kereta api yang meluncurkan kereta api dari Prancis ke London.

Para pelukis juga membuat lukisan yang menampilkan kesan kaca kotor di atas atap pabrik. Kereta api dan jalur kereta api palsu juga dibangun. Bahkan ada juga Champs-Elysees palsu.

Rencana itu diperkirakan akan berhasil. "Radar pada 1918 belum beitu berkembang. Kapal pengebom Gotha yang digunakan Angkatan Udara Jerman masih sangat primitif. Kru pesawat itu akan menjatuhkan bom saat mereka melihat sasaran di darat. Dan kota palsu itu terlihat dari udara sangat mirip Prancis," tulis Daily Telegraph.

Sayangnya, rencana itu tidak pernah terwujud. Perang Dunia I telah berakhir sebelum kota palsu itu berhasil diselesaikan.


Paris Kota Terbaik untuk Mahasiswa


Kota mode Paris, Prancis, berhasil menduduki peringkat pertama dalam ranking 50 kota terbaik di dunia untuk mahasiswa.

Menurut peneliti senior di QS Best Student Cities, Ben Sowter, kota tersebut memiliki kualitas hidup yang setara dalam keragaman siswanya. Selain itu, para pimpinan universitas di kota jantung Eropa itu menjadikan kampus sebagai sumber tenaga kerja berkualitas.

Di Paris berdiri universitas-universitas berkualitas dan terkenal di dunia. Di Paris berdiri universitas bergengsi di dunia macam Universite de Paris (Pantheon-Sorbonne), Université de Marne-la-Vallée, Université de Cergy-Pontoise, dan lainnya. 

Para peneliti melihat faktor biaya dan kualitas hidup serta jumlah dan reputasi universitas-universitas yang ada di masing-masing kota. Namun menurut survey, biaya sekolah di kota ini terbilang mahal. Di Paris, biaya kuliah untuk mahasiswa internasional mencapai lebih dari 1.000 euro setahun. 




Paris, Kota dengan bioskop terbanyak di Dunia

Film baru selalu datang hampir setiap waktu. Jika ingin puas menonton film, bioskop adalah tempat pertama yang harus dikunjungi. Bagi Anda pecinta film, coba liburan ke Paris sebagai kota dengan bioskop terbanyak di dunia!

Ditengok dari situs World Cities Culture Report, Ibukota Prancis yaitu Paris menjadi kota dengan bioskop terbanyak di dunia. Ada 302 bioskop yang tersebar di seluruh penjuru kota tersebut. Bayangkan, ada 1.003 studio dari keseluruhan bioskop dengan jumlah tersebut!

Turis yang gila film tidak boleh kelewatan untuk nonton di Le Grand Rex. Ini adalah bioskop terbesar di Paris yang mampu memuat hingga 2.800 orang. Jika biasanya langit-langit di dalam studio hanya datar dan berwarna gelap, beda halnya dengan di bioskop ini. Langit-langit di sini dihias dengan warna biru dan juga lengkap dengan awan, persis seperti langit. Karena megahnya, Le Grand Rex tidak hanya menjadi bioskop namun juga panggung teater dan tempat konser musik. 

Yang tidak boleh terlewat selain berkunjung ke Le Grand Rex adalah Le Balzac. Bioskop yang terletak di Rue Balzac 1 ini jadi salah satu yang terkenal di Paris. Di sini, pengunjung serasa diajak ke samudera. Wajar saja, tema yang diambil di bioskop ini adalah laut. Bagi wisatawan yang berlibur bersama anak, bisa menonton film di Denfert. 

Cinema Chaplin Denfert adalah sebuah bioskop sederhana yang sering memutar film kartun. Bioskop ini berada di deret pertokoan di Plaza Denfert, Paris. Nah, beda lagi dengan Le Latina. Bioskop ini memutarkan film Amerika Latin. Para pecinta film jenis ini tak hanya dipuaskan dengan dengan menonton film, namun juga bisa bergabung dengan forum terbuka yang diadakan setelah film. Anda bisa berdebat atau berbagi opini mengenai film yang baru ditonton di sana. Seru kan!

Jika datang tepat waktu, Anda juga bisa menikmati bioskop terbuka yang digelar di taman. Salah satu taman yang menggelar bioskop terbuka adalah Parc de la Villete. Bioskop ini selalu dipadati pengunjung terutama mereka yang merupakan pecinta film. Bioskop ini hanya dibuka selama musim panas yang tengah berlangsung. Anda bisa menikmati menonton bioskop sambil duduk di taman dan menikmati bintang yang berserakan di langit malam. 


Warga Pinggiran Kota Paris Berpaling ke Islam

Masyarakat lokal di pinggiran kota imigran Prancis semakin mengorganisasikan diri pada garis Islam, ketimbang mengikuti nilai-nilai republik sekuler. Demikian menurut sebuah studi sosiologis terbaru.

Ilmuwan politik ternama, Gilles Kepel, yang juga spesialis pengamat dunia Islam, memimpin tim peneliti dalam proyek riset di Clichy-sous-Bois dan Montfermeil, dua daerah pinggiran kota Paris yang mencuat dalam kerusuhan tahun 2005.

Hasil studi yang –”Suburbs Republik”—menemukan, lembaga-lembaga keagamaan dan praktik ibadah Islam semakin menggusur orang-orang dari negara dan Republik Prancis yang memiliki tradisi sekuler yang kuat.

Keluarga dari distrik yang terutama dihuni oleh pendatang dari utara dan barat Afrika dan keturunan mereka, secara teratur menghadiri masjid, berpuasa selama Ramadan, dan memboikot makanan di sekolah yang tidak halal.

Dengan 5-6 juta warga Muslim, Prancis memiliki populasi Muslim terbesar di Uni Eropa.

Kepel melakukan penelitian serupa 25 tahun sebelumnya dan mengatakan kepada harian Le Monde, pengaruh Islam dalam kehidupan sehari-hari dan referensi budaya pinggiran kota telah beragam dan intensif sejak saat itu.

Sekolah Perancis yang secara ketat non-agama (sekuler), secara tradisional dipandang memiliki peran pelatihan warga muda republik, namun pejabat setempat mengatakan, murid Islam menuju rumah untuk makan siang halal.

“Sejumlah tertentu anak tidak datang ke kantin lagi atau, jika mereka datang, mereka hanya mengambil makanan pembuka dan penutup,” kata Xavier Lemoine, walikota beraliran kanan-tengah dari Monfermeil, kepada radio Europe 1.

Survei menunjukkan, sebagian besar di Prancis tidak keberatan untuk perkawinan campuran, tetapi di pinggir kota para peneliti terkejut menemukan “proporsi yang sangat besar responden Muslim” yang menentang pernikahan dengan non-Muslim.

Mereka memegang teguh nilai-nilai Islam karena nilai-nilai sekuler-demokratis Prancis dianggap gagal untuk memenuhi janji tentang “kesetaraan”. “Penduduk pinggiran kota makin tidak melihat diri mereka sebagai orang Prancis,” kata para peneliti.

“Salah satu alasan Islam berperan adalah bahwa Republik Prancis telah mengalami kemunduran,” kata Claude Dilain, walikota Sosialis Clichy. “Mereka yang jatuh ditinggalkan mencari identitas lain dan mereka menemukan kepuasan batin dalam Islam.”

Sepertiga penduduk kota yang diteliti tidak memiliki kewarganegaraan Prancis. Penduduk banyak yang tertarik pada identitas Islam.